Dilema
Es Buah
(Oleh : Rahmawita)
Pedal sepeda terus dikayuh Aqil.
Sesekali terdengar gumaman tak jelas dari bibirnya. Entah ia sedang bernyanyi
atau sedang berdoa. Aqil mengayuh sepedanya dengan laju. Namun, ia tetap
berhati-hati untuk menghindari jalan yang berlobang yang dilaluinya. Karena
kalau sepedanya oleng sedikit saja, maka barang yang dibawanya akan jatuh dan
bisa merugikannya.
Siang ini Pak Haris meminta tolong
pada Aqil untuk mengantar es buah ke rumah Ibu Murni. Pak Haris adalah tetangga
Aqil. Pak Haris seorang produsen es buah di desanya. Setiap hari es buah
tersebut harus didistribusikan ke kedai-kedai kecil di desa mereka, bahkan
sampai ke desa tetangga. Pada hari libur seperti sekarang ini, Aqil sering
dimintai Pak Haris untuk mengantar es buah tersebut ke kedai-kedai
langganannya. Atas jasanya itu, biasanya Aqil diberi upah lima ribu rupiah
untuk jarak dekat dan sepuluh ribu rupiah jika mengantar ke desa tetangga. Aqil
sangat menyukai pakerjaan ini. Selain bisa jalan-jalan ke desa tetangga, Aqil
juga bisa mendapat penghasilan tambahan. Paling tidak ia tidak perlu lagi minta
uang jajan dari orangtuanya.
Seperti biasa ketika es buah
tersebut akan diantar ke pelanggannya, Pak Haris memasukkan bungkus-bungkus es
buah didalam kotak gabus yang tebal. Agar es yang ada didalamnya tidak cepat
mencair sebelum sampai tujuannya. Kotak gabus tersebut diletakkan di boncengan
sepeda Aqil dan diikat dengan kuat agar tidak mudah goyang. Sebenarnya dengan
pengamanan seperti itu kotak tersebut tidak akan mudah jatuh. Tapi, tetap saja
jika Aqil tidak berhati-hati kemungkinan terburuk bisa terjadi.
Aqil masih mengayuh sepedanya
dengan riang. Ia harus cepat-cepat, berlomba dengan waktu dan bersaing dengan
panas matahari. Aqil sudah menempuh setengah perjalanannya. Tapi, tiba-tiba ia
merasa ada yang aneh dengan sepedanya. Bagian belakang sepedanya terasa oleng. Aqil
turun dari sepedanya untuk memeriksa. Setelah diperiksa ternyata ban belakang
sepeda Aqil bocor.
Aqil menggiring sepedanya, berharap
ada orang yang lewat untuk dimintai tolong. Rumah Ibu Murni masih jauh, bengkel
terdekat juga tidak ada. Karena Aqil sekarang berada di jalan yang sisi kiri
dan kanannya hanya terdapat tanah lapang yang ditumbuhi ilalang. Mau pulang
lagi ke tempat Pak Haris juga sudah jauh. Jadi dengan tekad yang kuat Aqil
tetap melanjutkan perjalannya dengan menggiring sepeda.
Matahari mulai tinggi dan panasnya
makin menyengat. Aqil sesekali berhenti untuk mengatur nafas dan menyeka
keringatnya. Tenggorokannya mulai kering. Aqil melirik kotak gabus berisi es
buah yang bertengger di boncengan sepedanya. Tiba-tiba Aqil teringat kata-kata
Pak Haris sebelum berangkat tadi.
“Aqil, katakan pada Ibu Murni.
Jumlah es buah ini ada 52 bungkus. Sengaja Bapak lebihkan 2 bungkus karena Ibu
Murni pelanggan tetap Bapak”.
“Baik, Pak”. Sahut Aqil.
Hati Aqil mulai bimbang.
Tenggorokannya haus sekali. Haruskah ia mengambil satu bungkus? Toh, tidak ada
yang tau. Lagi pula tadi Pak Haris sengaja melebihkan jumlahnya, dan Ibu Murni
tidak mengetahuinya. Tapi, bagaimana nanti kalau Pak Haris bertemu dengan Ibu
Murni dan mengatakan yang sebenarnya? Aqil akan ketahuan berbohong. Aqil kembali
melirik kotak gabus tersebut dan mencoba membukanya. Didalamnya terdapat es
buah yang dibungkus-bungkus yang sangat menggoda selera. Aqil memandangnya dan
menelan ludah. Kemudian Aqil cepat-cepat menutup kembali kotak es itu sambil menggelengkan
kepalanya. Ia menyakinkan hatinya. Ia tidak boleh seperti itu. Aqil melanjutkan
perjalannya sambil menggiring sepedanya yang bocor. Ia kembali teringat
pelajaran yang diberikan oleh gurunya di sekolah kemarin.
Salah seorang teman Aqil bertanya
kepada Ibu Guru. “Ibu Guru, apa itu korupsi?”
“Korupsi adalah mengambil hak orang
lain. Korupsi merupakan perbuatan yang merugikan orang banyak untuk memenuhi kepentingan
pribadinya. Korupsi tidak hanya terjadi pada pejabat, pada masyarakat biasa pun
bisa terjadi tindak korupsi,” Jelas Ibu Guru.
“ Bukankah korupsi itu mengambil
uang rakyat, Bu Guru?” Sambung Anas.
“Iya, benar. Itu merupakan contoh
besarnya. Tapi tanpa kita sadari kita juga sering melakukan tindakan korupsi di
kehidupan sehari-hari. Ada yang tau contohnya?” Bu Guru balik bertanya. “Atau
ada yang pernah melakukannya?” Sambung Bu Guru.
Semua anak diam. Ibu Guru kembali
melanjutkan. “ Korupsi tidak hanya mengambil uang rakyat. Korupsi juga dapat
berupa waktu. Misalnya, sekolah masuk pukul 07.00. Tetapi, seorang guru datang
pukul 07.30. Sebenarnya waktu 30 menit itu adalah hak siswa untuk belajar. Tapi
karena sikap tidak bertanggung jawab seorang guru, waktu untuk siswa tersebut
digunakan untuk kepentingannya sendiri. Dan itu pasti merugikan siswa dalam
menerima pelajaran. Dan itu termasuk tindakan korupsi. Sekarang coba sebutkan
kerugian lain yang disebabkan perilaku korupsi?”
“Orang tidak percaya lagi terhadap
kita”. Jawab Aqil.
“Benar”. Sahut Ibu Guru.
Sekarang Aqil menyesal. Mengapa
tadi ia sempat berpikir ingin mengambil es buah untuk Ibu Murni. Aqil sadar es
buah itu milik Ibu Murni, walaupun jumlahnya lebih dari pesanan Ibu Murni.
Tetap saja itu bukan miliknya dan ia tidak berhak atas itu. Dia melakukan
pekerjaan ini karena diupah. Aqil hanya berhak atas upah yang diterimanya saja.
Dia tidak boleh mengambil lebih, apapun yang terjadi. Dan jika Pak Haris tahu Aqil
tidak jujur, pasti Pak Haris tidak akan percaya lagi kepadanya. Aqil tak mau
itu terjadi. Aqil harus ingat pesan Ibu Guru juga pesan ibunya, kita harus
jujur dan tidak boleh bersikap curang, karena sikap tersebut merupakan bibit
dari perbuatan korupsi.
Tak terasa, Aqil tiba di rumah Ibu
Murni. Dia akan menyerahkan pesanan Ibu Murni secara utuh. Juga menyampaikan
pesan dari Pak Haris. Hati Aqil tidak lagi bimbang bahkan terasa lega. Setelah
ini ia akan memperbaiki sepedanya dan segera pulang. Dia ingin cepat-cepat
ingin bertemu Ibunya dan menceritakan semuanya. Dia yakin, Ibunya pasti bangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar